Kamis, 10 Februari 2011

Mengayak Hujan

heem...,
mampukah aku memunguti arti hujan?
di ruah curahnya
dari murung mendungnya
lewat nyaring lengkingnya.

berjuta hujan telah kujumpai
dari tetitik rintik hingga deras peras
namun belum pernah kutemui
makna dan warna yang memaras

dahulu aku melulu menyibak lebat juntainya
sengaja melumpuri kaki sambil lari kesana kemari
bertelanjang di ruang lapang
sekedar untuk derai masa kekanak
biarpun gigil menanak
dan tak peduli sesungut emak

kini, kala jiwa gemar meliar
lagi, ingin kuulangi permainan hujan yang hanya sebentar
sesama sebaya saling kejar
di tanah yang melumpur oleh air halilintar
dengan harapan kutemukan
sekuntum harum ranum misteri di riuh caci maki
yang tertumpah dari awan di ketinggian

bila tak ada, haruskah diri putus asa,
mencari yang menjadi kehendak hati?

lalu,
: dari mana datang bandang yang memporandakan perkampungan?
: mengapa bebukit seketika bangkit lantas menggigit rerumah dan sesawah?
: dari mana asal usul musibah dan wabah yang sering saling susul?

sementara,
di belahan lain malah timbul syukur yang meletup letup
setelah sekian lama pintu rizki seolah ditutup
kerontang yang membentang mulai menghilang
serentak giat mengolah liat
lalu gigih menabur benih
di tanah tanah basah
demi kebutuhan yang enggan ditahan
sembari tekun memohon kepada Tuhan
agar tak lekas mengemas musin hujan.

di diriku
segenggam keyakinan terbalut sehelai bimbang
dari kelam awan dan di derai rindang
sanggupkah kuayak hujan yang bertandang?


kemayoran, 20012010

Tidak ada komentar: